Rei berpikir kalau ayah angkatnya tidak mencintainya...karena biar bagaimanapun Rei bukanlah anak "normal"
AYAH MASIH MENCINTAIMU
Suara
bisik-bisik terdengar ketika Rei berjalan di koridor panti asuhan. Beberapa
anak juga terlihat menghindari Rei dan menatap Rei dengan tatapan ketakutan.
Rei mendengus kesal. Baru tiga bulan Rei berada di panti asuhan, namun sepertinya
rumor tentang dirinya sudah menyebar ke seluruh anak panti asuhan.
Rei segera masuk ke dalam bilik kamarnya. Ia mengambil
sebuah buku novel tebal yang tergeletak di atas kasurnya. Sebuah novel detektif.
Sebenanya Rei ingin sekali menghabiskan waktu dengan membaca buku, namun
terdengar suara ketukan pintu dari balik pintu kamar Rei.
“ Masuk,” kata Rei dengan nada tidak peduli.
Terlihat oleh Rei, Bu Nisa, ibu perawat di panti asuhan
bersama dengan pria berbadan tinggi dan tegap sekaligus mengenakan seragam
polisi. Kedua mata Rei membulat terkejut.
“ Aku tahu kamu!” Rei mengarahkan jari telunjuknya ke
arah sang pria.
“ Rei, jaga bahasamu,” keluh Bu Nisa. Ibu Nisa lalu
berpaling kepada sang polisi.
“ Maafkan atas ketidaksopanan Rei, Pak Andy. Dia..yah,
biasanya dia bisa sopan. Rei, ini Pak Andy. Beliau ingin bertemu denganmu,”
ujar Bu Nisa.
Rei langsung turun dari ranjangnya. Pikirannya beradu.
Mendadak Rei menjadi cemas.
“ A…aku benar-benar tidak tahu, Pak. Sungguh. Maaf, apa
Bapak mau menangkapku?” tanya Rei.
Namun Pak Andy malah tersenyum lembut pada Rei.
“ Tidak, Rei. Aku
kesini untuk mengadopsimu sebagai anakku.”
***
Hari-hari
Rei di rumah Pak Andy berikutnya berjalan tidak begitu mulus. Kadang-kadang Rei
mengamuk karena alasan yang sepele. Dua pembantu rumah tangga sudah
mengundurkan diri karena takut terkena pukulan dan gelas yang dilempar oleh
Rei. Kalau Rei sudah mengamuk, hanya Pak Andy yang bisa menenangkan Rei.
Dipeluknya Rei yang sedang meronta sambil mencoba berbicara dengan Rei.
“
Tidak apa-apa. Ayah ada disini, begitu pula Ibu. Kamu tidak sendirian lagi.”
Sebenarnya
Rei merasa malu karena bisa mengamuk sedemikian rupa. Apalagi, ia sudah berusia
lima belas tahun. Namun Rei tidak bisa menghentikan hal itu. Kontak fisik dan
emosional sudah terlalu sering melukai Rei, sehingga dia menjadi defensive
dengan dirinya sendiri.
Seiring
berjalannya waktu, Rei bisa sedikit mengatur emosinya. Bu Winda, ibu istri Pak
Andy sering mengajak Rei bicara, sementara Pak Andy sering sekali mengajak Rei
untuk jalan-jalan. Dan di suatu hari, ketika Rei sedang menggambar rusa di
secarik kertas, Pak Andy mengusulkan agar Rei masuk ke sekolah umum.
“
Kamu akan belajar bersosialisasi dengan banyak orang. Nanti akan menyenangkan,”
ujar Pak Andy.
Rei
menimbang sejenak. Selama ini dia hanya belajar di rumah melalui homeschooling.
Bersosialisasi itu kedengarannya sulit, namun Rei merasa amat tertantang.
“
Baiklah, Ayah,” jawab Rei senang.
Keesokan
harinya, Pak Andy mengantar Rei ke sekolah dengan mengendarai mobil.
“
Bersenang-senanglah di sekolah, Rei,”
“
Siap, Ayah,” Rei mencium tangan Pak Andy.
Sesampainya
di kelas, Rei merasa sedikit canggung. Namun beberapa teman sekelasnya
memperkenalkan diri pada Rei karena Rei adalah murid baru.
Mungkin keadaan nggak seburuk yang
kukira, pikir Rei senang.
Saat
istirahat, Rei berjalan menuju kantin sekolah. Ia menenteng bekal makan siang
yang ia bawa dari rumah. Namun belum sampai Rei ke kantin, tiga anak laki-laki
bertubuh besar menghalangi jalan Rei.
“
Permisi,” kata Rei pelan.
“
Eiit, tunggu dulu. Cepat serahkan uangmu!” kata seseorang dengan tubuh besar
berotot.
“
Aku tidak punya uang,”
“
Alaaah! Gak usah belagu deh!Cepat serahkan uangmu, ”
Belum
sempat Rei menjawab, salah satu anggota kelompok menyela.
“
Ooh, aku tahu dia bos! Dia anak baru yang aneh yang namanya Rei! Aku melihat
dia bernyanyi-nyanyi sendiri di kelas tadi,”
“
Hooh. Ayo, cepat serahkan uangmu! Dasar anak aneh!”
“
Aku-”
“
Serahkan uangmu!” dengan kasar tangan anak laki-laki itu menampar bekal makanan
yang Rei bawa, isi bekal makanan Rei lalu tumpah ke lantai.
Hal
yang Rei ingat adalah ia merasa sangat marah. Begitu marah sampai-sampai ia
merasa kalau tubuhnya bergerak sendiri. Dengan gampangnya Rei memukul,
menendang dan menggigit sekelompok anak yang berbadan lebih besar darinya.
“
KUBUNUH KALIAN!!HAHAAHA, AKAN KUPATAHKAN TULANGMU!AKAN KUCABIK BADANMU ,”
teriak Rei.
“ Hen..hentikan! Tolong!”
Kegemparan yang dibuat Rei menarik perhatian guru dan
satpam sekolah. Dengan susah payah, tiga satpam berhasil memegang tubuh Rei
sementara para guru membantu korban amukan Rei.
Rei lalu diseret menuju ke ruang BK. Namun ia masih
meronta.
“ LEPASKAN! LEPASKAN ATAU KUBUNUH KAU!” teriak Rei.
“ Diam Rei! Bapak sangat kecewa. Wali kelasmu sedang
menghubungi ayahmu. Pasti dia kecewa karena kamu sudah sangat berulah!” kata
Pak Yanto, guru BK.
Mendadak gerakan meronta Rei terhenti.
“ Ayahku akan kecewa?” tanya Rei bingung.
“ Ya, tentu saja! Kamu sebagai murid baru, namun baru
sehari sudah membuat tiga anak dilarikan ke RS! Ayahmu pasti akan kecewa
denganmu dan mungkin tidak akan lagi menganggapmu sebagai anaknya!”
Rei merasa tidak bisa bernafas. Dengan cepat ia berlari
keluar dari ruang BK.
“ Rei! Kembali!”
Namun Rei berlari begitu cepat, keluar dari gerbang sekolah.
Nafasnya sesak, dan dadanya terasa sakit. Setelah berlari jauh, Rei terhenti di
sebuah kawasan pertokoan yang sepi. Rei segera duduk di depan toko, menundukkan
kepalanya dan menangis.
Apa yang aku
lakukan!Padahal, aku baru saja punya keluarga yang baik, pikir Rei marah.
***
Rei tidak pernah ingat seperti apa orangtuanya. Yang ia
tahu, ia tinggal bersama adik ibunya. Tantenya itu selalu mengeluh tentang Rei
dan tidak memperhatikan Rei. Lalu, pada saat Rei kelas dua SMP, rumah tante Rei
dirampok. Namun naasnya Rei diculik oleh sekelompok perampok itu. Pemimpin
perampok itu adalah seorang pemuda bernama Josy.
Josy bukanlah orang yang waras. Rei ingat betul ketika
tubuhnya dirantai oleh Josy di sebuah ruangan kecil. Disana Josy menyiksa Rei.
Disiletnya tubuh Rei, disetrumnya Rei, dipatahkannya beberapa tulang jari Rei.
Josy sangat senang membuat Rei menangis ketakutan. Dan beberapa hari kemudian,
saat Josy mabuk Rei melihat suatu kesempatan. Josy tidak kencang merantai
pergelangan tangan Rei sehingga Rei bisa membebaskan diri dengan mudah.
Melepaskan diri dengan mudah sekaligus membunuh Josy
dengan pisau.
Yang Rei tahu setelah itu adalah beberapa mobil polisi
datang. Rei kurang paham kenapa polisi bisa datang, namun sepertinya teman Josy
yang melihat Josy meninggal lah yang memanggil para polisi. Karena polisi tidak
melakukan apapun, Rei akhirnya malah sibuk memainkan genangan darah milik Josy
dengan jari-jarinya. Lalu seorang polisi datang menghampiri Rei. Rei mengangkat
kedua tangannya. Pasrah jika polisi akan memborgolnya dan membawanya ke
penjara. Namun polisi itu malah menyelimuti badan Rei dengan jaket.
“ Tak apa, Nak. Semua akan baik-baik saja.”
***
Itu adalah hari pertama Rei bertemu Pak Andy. Setelah
itu, Pak Andy lah yang menginterogasi dan bertanya hal lain kepada Rei. Rei
menjadi sangat akrab dengan Pak Andy di kantor kepolisian. Dan setelah Pak Andy
menjadi ayahnya, Rei malah mengacaukannya.
Waktu sudah beranjak sore. Kawasan pertokoan menjadi
semakin sepi. Tiba-tiba Rei merasa mendengar suara langkah kaki seseorang.
Seseorang berhenti di hadapan Rei. Rei mendongakkan kepalanya dan terkejut
karena melihat Pak Andy datang.
“ Ayah? Kenapa Ayah kesini?” tanya Rei
“ Untuk menjemputmu, Rei.”
“ A…ayah masih mau menganggapku sebagai seorang anak?”
tanya Rei tidak percaya.
Pak
Andy tersenyum lembut.
“
Ayah masih mencintaimu, Rei. Sekarang ayo, kita pulang.”
Kedua
mata Rei meneteskan airmata.