Selasa, 06 Desember 2016

Cerpen Bertema Ayah: " Ayah Masih Mencintaimu"

Rei berpikir kalau ayah angkatnya tidak mencintainya...karena biar bagaimanapun Rei bukanlah anak "normal"


 
AYAH MASIH MENCINTAIMU



Suara bisik-bisik terdengar ketika Rei berjalan di koridor panti asuhan. Beberapa anak juga terlihat menghindari Rei dan menatap Rei dengan tatapan ketakutan. Rei mendengus kesal. Baru tiga bulan Rei berada di panti asuhan, namun sepertinya rumor tentang dirinya sudah menyebar ke seluruh anak panti asuhan.
            Rei segera masuk ke dalam bilik kamarnya. Ia mengambil sebuah buku novel tebal yang tergeletak di atas kasurnya. Sebuah novel detektif. Sebenanya Rei ingin sekali menghabiskan waktu dengan membaca buku, namun terdengar suara ketukan pintu dari balik pintu kamar Rei.
            “ Masuk,” kata Rei dengan nada tidak peduli.
            Terlihat oleh Rei, Bu Nisa, ibu perawat di panti asuhan bersama dengan pria berbadan tinggi dan tegap sekaligus mengenakan seragam polisi. Kedua mata Rei membulat terkejut.
            “ Aku tahu kamu!” Rei mengarahkan jari telunjuknya ke arah sang pria.
            “ Rei, jaga bahasamu,” keluh Bu Nisa. Ibu Nisa lalu berpaling kepada sang polisi.
            “ Maafkan atas ketidaksopanan Rei, Pak Andy. Dia..yah, biasanya dia bisa sopan. Rei, ini Pak Andy. Beliau ingin bertemu denganmu,” ujar Bu Nisa.
            Rei langsung turun dari ranjangnya. Pikirannya beradu. Mendadak Rei menjadi cemas.
            “ A…aku benar-benar tidak tahu, Pak. Sungguh. Maaf, apa Bapak mau menangkapku?” tanya Rei.
            Namun Pak Andy malah tersenyum lembut pada Rei.
            “ Tidak, Rei. Aku  kesini untuk mengadopsimu sebagai anakku.”
***
Hari-hari Rei di rumah Pak Andy berikutnya berjalan tidak begitu mulus. Kadang-kadang Rei mengamuk karena alasan yang sepele. Dua pembantu rumah tangga sudah mengundurkan diri karena takut terkena pukulan dan gelas yang dilempar oleh Rei. Kalau Rei sudah mengamuk, hanya Pak Andy yang bisa menenangkan Rei. Dipeluknya Rei yang sedang meronta sambil mencoba berbicara dengan Rei.
“ Tidak apa-apa. Ayah ada disini, begitu pula Ibu. Kamu tidak sendirian lagi.”
Sebenarnya Rei merasa malu karena bisa mengamuk sedemikian rupa. Apalagi, ia sudah berusia lima belas tahun. Namun Rei tidak bisa menghentikan hal itu. Kontak fisik dan emosional sudah terlalu sering melukai Rei, sehingga dia menjadi defensive dengan dirinya sendiri.
Seiring berjalannya waktu, Rei bisa sedikit mengatur emosinya. Bu Winda, ibu istri Pak Andy sering mengajak Rei bicara, sementara Pak Andy sering sekali mengajak Rei untuk jalan-jalan. Dan di suatu hari, ketika Rei sedang menggambar rusa di secarik kertas, Pak Andy mengusulkan agar Rei masuk ke sekolah umum.
“ Kamu akan belajar bersosialisasi dengan banyak orang. Nanti akan menyenangkan,” ujar Pak Andy.
Rei menimbang sejenak. Selama ini dia hanya belajar di rumah melalui homeschooling. Bersosialisasi itu kedengarannya sulit, namun Rei merasa amat tertantang.
“ Baiklah, Ayah,” jawab Rei senang.
Keesokan harinya, Pak Andy mengantar Rei ke sekolah dengan mengendarai mobil.
“ Bersenang-senanglah di sekolah, Rei,”
“ Siap, Ayah,” Rei mencium tangan Pak Andy.
Sesampainya di kelas, Rei merasa sedikit canggung. Namun beberapa teman sekelasnya memperkenalkan diri pada Rei karena Rei adalah murid baru.
Mungkin keadaan nggak seburuk yang kukira, pikir Rei senang.
Saat istirahat, Rei berjalan menuju kantin sekolah. Ia menenteng bekal makan siang yang ia bawa dari rumah. Namun belum sampai Rei ke kantin, tiga anak laki-laki bertubuh besar menghalangi jalan Rei.
“ Permisi,” kata Rei pelan.
“ Eiit, tunggu dulu. Cepat serahkan uangmu!” kata seseorang dengan tubuh besar berotot.
“ Aku tidak punya uang,”
“ Alaaah! Gak usah belagu deh!Cepat serahkan uangmu, ”
Belum sempat Rei menjawab, salah satu anggota kelompok menyela.
“ Ooh, aku tahu dia bos! Dia anak baru yang aneh yang namanya Rei! Aku melihat dia bernyanyi-nyanyi sendiri di kelas tadi,”
“ Hooh. Ayo, cepat serahkan uangmu! Dasar anak aneh!”  
“ Aku-”
“ Serahkan uangmu!” dengan kasar tangan anak laki-laki itu menampar bekal makanan yang Rei bawa, isi bekal makanan Rei lalu tumpah ke lantai.
Hal yang Rei ingat adalah ia merasa sangat marah. Begitu marah sampai-sampai ia merasa kalau tubuhnya bergerak sendiri. Dengan gampangnya Rei memukul, menendang dan menggigit sekelompok anak yang berbadan lebih besar darinya.
“ KUBUNUH KALIAN!!HAHAAHA, AKAN KUPATAHKAN TULANGMU!AKAN KUCABIK BADANMU ,” teriak Rei.
            “ Hen..hentikan! Tolong!”
            Kegemparan yang dibuat Rei menarik perhatian guru dan satpam sekolah. Dengan susah payah, tiga satpam berhasil memegang tubuh Rei sementara para guru membantu korban amukan Rei.
            Rei lalu diseret menuju ke ruang BK. Namun ia masih meronta.
            “ LEPASKAN! LEPASKAN ATAU KUBUNUH KAU!” teriak Rei.
            “ Diam Rei! Bapak sangat kecewa. Wali kelasmu sedang menghubungi ayahmu. Pasti dia kecewa karena kamu sudah sangat berulah!” kata Pak Yanto, guru BK.
            Mendadak gerakan meronta Rei terhenti.
            “ Ayahku akan kecewa?” tanya Rei bingung.
            “ Ya, tentu saja! Kamu sebagai murid baru, namun baru sehari sudah membuat tiga anak dilarikan ke RS! Ayahmu pasti akan kecewa denganmu dan mungkin tidak akan lagi menganggapmu sebagai anaknya!”
            Rei merasa tidak bisa bernafas. Dengan cepat ia berlari keluar dari ruang BK.
            “ Rei! Kembali!”
            Namun Rei berlari begitu cepat, keluar dari gerbang sekolah. Nafasnya sesak, dan dadanya terasa sakit. Setelah berlari jauh, Rei terhenti di sebuah kawasan pertokoan yang sepi. Rei segera duduk di depan toko, menundukkan kepalanya dan menangis.
            Apa yang aku lakukan!Padahal, aku baru saja punya keluarga yang baik, pikir Rei marah.
***
            Rei tidak pernah ingat seperti apa orangtuanya. Yang ia tahu, ia tinggal bersama adik ibunya. Tantenya itu selalu mengeluh tentang Rei dan tidak memperhatikan Rei. Lalu, pada saat Rei kelas dua SMP, rumah tante Rei dirampok. Namun naasnya Rei diculik oleh sekelompok perampok itu. Pemimpin perampok itu adalah seorang pemuda bernama Josy.
            Josy bukanlah orang yang waras. Rei ingat betul ketika tubuhnya dirantai oleh Josy di sebuah ruangan kecil. Disana Josy menyiksa Rei. Disiletnya tubuh Rei, disetrumnya Rei, dipatahkannya beberapa tulang jari Rei. Josy sangat senang membuat Rei menangis ketakutan. Dan beberapa hari kemudian, saat Josy mabuk Rei melihat suatu kesempatan. Josy tidak kencang merantai pergelangan tangan Rei sehingga Rei bisa membebaskan diri dengan mudah.
            Melepaskan diri dengan mudah sekaligus membunuh Josy dengan pisau.
            Yang Rei tahu setelah itu adalah beberapa mobil polisi datang. Rei kurang paham kenapa polisi bisa datang, namun sepertinya teman Josy yang melihat Josy meninggal lah yang memanggil para polisi. Karena polisi tidak melakukan apapun, Rei akhirnya malah sibuk memainkan genangan darah milik Josy dengan jari-jarinya. Lalu seorang polisi datang menghampiri Rei. Rei mengangkat kedua tangannya. Pasrah jika polisi akan memborgolnya dan membawanya ke penjara. Namun polisi itu malah menyelimuti badan Rei dengan jaket.
            “ Tak apa, Nak. Semua akan baik-baik saja.”
***
            Itu adalah hari pertama Rei bertemu Pak Andy. Setelah itu, Pak Andy lah yang menginterogasi dan bertanya hal lain kepada Rei. Rei menjadi sangat akrab dengan Pak Andy di kantor kepolisian. Dan setelah Pak Andy menjadi ayahnya, Rei malah mengacaukannya.
            Waktu sudah beranjak sore. Kawasan pertokoan menjadi semakin sepi. Tiba-tiba Rei merasa mendengar suara langkah kaki seseorang. Seseorang berhenti di hadapan Rei. Rei mendongakkan kepalanya dan terkejut karena melihat Pak Andy datang.
            “ Ayah? Kenapa Ayah kesini?” tanya Rei
            “ Untuk menjemputmu, Rei.”
            “ A…ayah masih mau menganggapku sebagai seorang anak?” tanya Rei tidak percaya.     
                Pak Andy tersenyum lembut.
            “ Ayah masih mencintaimu, Rei. Sekarang ayo, kita pulang.”
               Kedua mata Rei meneteskan airmata.

Kamis, 17 November 2016

Summary The Hunger Games novel

http://theaumnibus.com/aumnibus/wp-content/uploads/2013/09/Hunger_games.jpg 


Katniss Everdeen wakes up on the day of the reaping, when the tributes are chosen who will take part in the Hunger Games. Her mother and little sister, Prim, sleep nearby. Her father died in a mine explosion years earlier. She goes hunting in the woods outside her district, District 12, with Gale, her best friend. That night, at the reaping ceremony, the mayor gives a speech describing how the governments of North America collapsed and the country of Panem rose up in their place. A war ensued between the Capitol and the districts. The Capitol won, and as a reminder of their defeat, the Capitol holds the Hunger Games every year. The mayor then introduces Haymitch Abernathy, District 12’s only living Hunger-Games winner, and he’s so drunk he ends up falling in his own vomit.
The district’s female tribute is chosen, and to Katniss’s horror, it’s Prim. Katniss volunteers immediately in Prim’s place. Then the male tribute is selected. It’s Peeta Mellark, and Katniss remembers how years earlier, while searching for food for her family in the garbage bins behind the town shops, Peeta gave her bread from his family’s bakery. Katniss credits him with saving her that day. Katniss and Peeta say goodbye to their friends and families and board a train for the Capitol. During the trip, she and Peeta convince Haymitch, their mentor in the Games and the person responsible for getting them gifts from sponsors, to take his duties seriously. 

Once there, Katniss meets with her stylist, Cinna, who is designing her dress for the opening ceremony. At the ceremony, Katniss and Peeta wear simple black outfits lit with synthetic flames. The outfits are a huge hit with the audience and make Katniss and Peeta stand out among the tributes. The next day, Katniss and Peeta attend group training, and the tributes from rich districts who have trained for the Games their whole lives, called Career Tributes, show off their skills. Later, the tributes are interviewed by Caesar Flickerman, a television host. In his interview, Peeta reveals that he’s had a crush on Katniss for several years. 

Finally the time comes. From a small underground room, Katniss is lifted into the arena and the Games officially begin. All the tributes are there, and in front of her is the Cornucopia, which houses an abundance of supplies. Rather than fight, she runs away as Haymitch advised. She hikes all day before making camp. After dark, someone starts a fire nearby, and it isn’t long before a pack of Career Tributes arrives and kills the person. To Katniss’s shock, Peeta is with them. The next day Katniss goes in search of water. She walks for hours and collapses from exhaustion, but ultimately she finds a stream. She’s woken in the night by a wall of fire moving in her direction, and as she runs away one of the numerous fireballs falling around her grazes her leg, injuring it.

That night, while she hides in a tree from the pack of Careers below, she notices a young girl named Rue from District 11 in a nearby tree. Rue points out a nest of tracker jackers, wasps engineered by the Capitol to be lethal, over Katniss’s head, and Katniss cuts the branch holding the nest, dropping it onto the Careers. Two of them die from the stings and the rest scatter. Katniss is stung a few times as well, but as she’s running away, she remembers one of the girls who died had a bow and arrows, the weapons she’s become proficient with from hunting. She runs back to retrieve them, and Peeta happens to arrive as she’s grabbing the bow. He yells at Katniss to run just as Cato, a very large and dangerous Career from District 2, shows up. Peeta stops him so Katniss can escape, and she passes out in a ditch shortly after.
Katniss encounters Rue again, and the two quickly form a bond. They are able to get food hunting and foraging, and Katniss realizes that the Careers would have difficulty surviving without the supplies at the Cornucopia, so she and Rue devise a plan. While Rue lights decoy fires, Katniss sneaks up to the Cornucopia. The supplies are in a pyramid away from the main camp, and after the Careers leave to investigate the fires, Katniss manages to blow up the supplies by cutting open a bag of apples with her arrows, which sets off the mines set to protect the pyramid. When Katniss doesn’t find Rue at their meeting spot, she goes looking for her and finds her just as another tribute stabs her with a spear. Katniss kills the other tribute, and when Rue dies, she covers her body in flowers. 

Katniss depressed all the next day, until an announcement is made that there has been a rule change: Now, two tributes from the same district can be declared winners. Katniss is looking for Peeta, and it takes her a day but finally she finds him. He’s severely injured from his fight with Cato and can barely walk, but Katniss helps him to a cave where they’ll be hidden. Thinking Peeta may die, Katniss impulsively kisses him. A moment later she hears a noise outside and finds a pot of broth sent from Haymitch. She realizes that Haymitch will reward her for playing up the romance between her and Peeta. The next morning Katniss sees that Peeta’s leg is badly infected and he’ll die without treatment. Another announcement is made, this time saying each tribute will find an item they desperately need at the Cornucopia. Katniss knows that means medicine for Peeta’s leg, but Peeta thinks it’s too dangerous and doesn’t want Katniss to go. Using a sleep syrup sent from Haymitch, Katniss knocks him out.

At the Cornucopia, Katniss tries to run and grab the item marked for District 12, but she gets into a fight with a female tribute. The tribute is about to kill her when Thresh, the male tribute from District 11 who came to the Games with Rue, kills the girl instead. He spares Katniss because of the way she treated Rue, and Katniss makes it back to the cave. She injects Peeta with the medicine just before passing out. They stay there for a few days while it rains nonstop outside, and in this time the romance between Katniss and Peeta progresses. When the rain lets up, Peeta and Katniss need to find food. Katniss leaves Peeta in charge of foraging while she goes to hunt. She comes back hours later and finds a small pile of poisonous berries Peeta collected thinking they were safe. They discover the body of a tribute who Katniss nicknamed Foxface, and Katniss realizes she died from eating the berries. By this point Cato, who killed Thresh, is the only tribute left, and Katniss decides to keep some berries in case they can trick Cato the same way. Eventually the streams and ponds dry up, and they know the only source of water left is the lake near the Cornucopia. Without any other choice, they start walking to the lake. 

By the lake, Cato comes suddenly barreling toward them. Unexpectedly, however, he runs straight by them. Katniss realizes there are strange creatures chasing him, and they all run to the Cornucopia and climb up. The creatures are mutant wolves engineered by the Capitol, and Katniss realizes they are actually the dead tributes, who have been turned into these monsters. Taking advantage of the situation, Cato attacks Peeta, but Katniss and Peeta manage to push him over the edge. The creatures overpower him, but because of the body armor he’s wearing he remains alive for hours, until Katniss shoots him out of pity. Just as Katniss and Peeta think they’ve won, another announcement is made that there can only be one winner again. Neither Katniss nor Peeta will kill the other, so Katniss takes out the poisonous berries. Just as she and Peeta pop them in their mouths, the announcer shouts for them to stop and declares them both winners.

They go back to the Training Center and Katniss is kept alone for days while she recuperates. When she is let out, Haymitch warns her that she’s in danger. The Capitol took her stunt with the berries as an act of defiance, so she has to convince everyone that she was desperate at the thought of losing Peeta and not being rebellious, or even her family could be at risk. In their final interview, she’s reunited with Peeta, who lost his leg and now has a prosthetic. After, when Haymitch tells her she did great, Peeta wonders what he means, and Katniss explains everything, including the romance strategy during the Games. Peeta is angry and hurt, but as they arrive back in District 12, they hold hands one more time to greet the crowd and cameras.

Kamis, 10 November 2016

Suka Duka Mahasiswa Sastra Inggris



AWAL MULA KECEMPLUNG DI JURUSAN SASTRA INGGRIS

Sejarah tercemplungnya aku di jurusan sastra Ingggris ga panjang2 amat..

Pas kelas tiga SMA, aku melihat nilai di rapot...ternyata nilai yang cukup tinggi dan konsisten di rapot adalah mata pelajan Bahasa Inggris, seni rupa, dan sosiologi. Sebenarnya tertarik seni rupa, tapi langsung nyadar kalau bisanya cuma gambar anime dan manga saja.

Takutnya ntar disuruh nyeketsa gitu malah jadi manga terus ntar hehe... Kalau sosiologi, gampang paham tapi kurang minat. Akhirnya pas SNMPTN mutusin pilihan pertama Sastra Inggris dan pilihan kedua pendidikan bahasa Inggris. Banyak teman yang bingung waktu itu..kenapa ga milih pendidikan bahasa Inggris saja???

Hmmm, sebenarnya aku mikir kalau pendidikan bahasa Inggris pastinya speakingnya harus bagus. Aku jujur speakingnya lemah dan ga begitu bisa ngomong di hadapan orang lain. Jadi deeh pilihan pertamanya sastra Inggris. "Dulunya" aku pikir kalau palingan sastra Inggris itu banyak nulisnya dan baca ga begitu banyak...Daaan...alhamdulilah nasibnya diterima di jurusan sastra Inggris..








SEMESTER DEMI SEMESTER DAN MATA KULIAH YANG BERKESAN....

Hari-hari sebagai mahasiswi sastra Inggris di UNNES pun dimulai. Kalau di UNNES, pas semester satu mahasiswa sastra dan pendidikan bahasa Inggris mendapat pelajaran kayak ngulang bahasa Inggris pas SMA (grammar, speaking listening, and writing). Khusus untuk jurusan sastra ada tambahan introtulit (introduction to literary study). Dari semester satu saja, ekspektasiku salah...karena ternyata ada makul SPEAKING! Ditambah lagi ternyata makul2 lainnya jg mewajibkan berbicara dengan bahasa Inggris.Daan mayoritas dosennya langsung memakai bahasa Inggris saat menerangkan (jujur waktu itu aku syok karena kukira kalau awal2 ga bakalan full bahasa Inggris)..

Dan introtulit itu baru aku ngeh apa itu "sastra". Yang kukira palingan cuma novel...eh ternyata ada cerpen, drama dan puisi..dan puisi itu susah banget kumengerti..-.- mungkin akunya kurang peka...

Perjuangan berlanjut saat semester dua...ternyata ada sebuah mata kuliah monster bernama PHONETIC..Phonetic itu ...kasarannya belajar bahasa tulisan di kamus...jadi kalau misalnya kamu buka kamus bahasa inggris indonesia..dan di samping tulisannya itu ada sesuatunya misal:
See /si:/  melihat
Naaah yang di blok itu adalah phonetic..yaitu cara pengucapan bahasa Inggris...jenisnya ada banyak..kalau huruf "a" saja ada yang /a:/,/ae/..kalau ulangan soalnya dikit cuman kata per kata saja..Kalau yang jago speaking pasti bisa bedainnya..tapi berhubung aku ga pintar speaking jadilah ga paham. Aku juga apes karena sempat dimarahin dosen phonetic gara2 miskomunikasi (tapi mungkin dosennya lagi PMS juga). Jadii dimarahin dosen sekali dan ga paham materinya jadilaah nilainya terjun bebaaas (c minus). Ada cara ampuh belajar phonetic...yaitu HAFALKAN ISI KAMUS..tapi kan ya ga mungkin -.-' (author sudah betekad akan mengulang kelas phonetic semester enam lagi) 

Oh ya selain itu ada juga makul PROSE...prose itu tugasnya banyaaak..dulu aku sering ngeluh karena tiap minggu itu ada tugas (walau sekarang sadar tugas semester lima lebih banyak). Dan cobaan juga karena belum ada laptop...jadi deh bangung subuh2 minjem laptop teman demi ngerjain prose.. (tapi author senang pelajaran prose daripada pelajaran phonetic).


 Semester tiga...apa yah??Kok aku lupa pelajarannya apa saja..oh yaa ada analisis prose, lanjutannya phonetic, idiom, Puisi dan drama..aku agak kesusahan di puisi..tapi alhamdulillah berjalan lancar...drama itu..eer, merasa bisa tapi nilainya kurang memuaskan..(faktor dosen),dan yang membanggakan lanjutannya phonetic itu nilai ku ga separah pas semester dua T.T padahal sempet khawatir soalnya dosennya sama.


Semester empat  itu sangat berkesan karena tidak ada PHONETIC yeeeeey!!! ada debate dan itu sangat menyenangkan soalnya lebih menuntut ke "Isi pembicaraan" daripada "cara pengucapan" jadi deeh nilainya selamat. Ada mata kuliah theater dan satu kelas dibikin dua kelompok untuk membuat..FILM BAHASA INGGRIS XD.. waktu itu kelompokku bikin film komedi..alhamdulillah sekali kelompokku lancar2 saja..tapiii saat hari H mau dikumpulin ke dosen eeeh orang yang edit film bilang kalau filmnya BELUM  SELESAI diedit...dan kelompok lain yang sudah mengumpulkan bilang kalau sang dosen sudah marah2..dan mengeluarkan ultimatum"kalau nggak ngumpulin hari ini bakal dapet nilai D!" langsung satu kelompok panik karena sang dosen sudah terkenal akan kemurahan hatinya bagi2 nilai C saat makul drama..langsung ngejar dosennya yang mau bilang dan menjelaskan kaalu filmnya sebenarnya sudah jadi..tp belum selesai diedit...dimarahin...dan akhirnya bilang "yasudah besok dikumpulin! itu juga kalau ada saya." 

satu kelompok film langsung nangis bareng..mana cuacanya mendukung banget buat mellow..mendung2 suram...untuuung saja Allah masih sayang..filmnya diterima dan nilainya bagus..oh iyaa ada makul major world writer dan aku suka dosennya soalnya mau menghargai pendapat mahasiswa dan motonya "kerjakan tugas sebisanya." jadi ngerjain tugasnya ga tertekan gitu...dan ngasih nilainya baik banget..

Semester lima ini baru dimulai setengah jadi aku ga cerita banyak..tapi tugas2 semester lima luaaarrr biasa, juga sudah mikir dikit2 tentang skripsi dan folder tugas punyaku banyak banget dan paling banyak diantara folder2 semester sebelumnya...nanti akhir semester akan kupublish nanti~ 

 

Selasa, 08 November 2016

Cerpen "Milkshake and Vanilla"



 Yuhuuu sekali-sekali aku bikin cerpen yg fluffy2 romance...cerpen ini alhamdulillah kepilih jd kontributor kumpulan cerpen...belum jd juara tp tak apalah~ silahkan dinikmati...




                                                    MILKSHAKE AND VANILLA





Reon mencuci blender yang baru saja ia gunakan. Wajah remaja lelaki berambut dan bermata hitam kelam itu terlihat berseri-seri. Hari ini adalah hari kedua Reon bekerja paruh waktu menjaga stand freelance sebuah minuman milkshake, dan hasil penjualannya mengalami peningkatan drastis.
            Mungkin karena aku ini ganteng. Makanya jadi laku gini, pikir Reon narsis.
            Baru saja Reon hendak menaruh blender ke mesin, ia melihat seorang remaja perempuan dengan kulit pucat berdiri di depan stand nya...
            “ Aah!” Reon terlonjak kaget.
             Hei, yang benar saja. Sejak kapan dia disitu! pikir Reon kalut.
            “ Ehem, mau pesan apa, Dek?” tanya Reon sesudah mengatasi kekagetannya.
            Reon memperhatikan gadis yang berdiri di depannya. Gadis tersebut berkulit sangat pucat dan berambut pendek sebahu. Raut muka gadis itu terlihat datar saat kedua mata lebarnya menjelajah tulisan yang tertera pada menu.
            “ Satu cup milkshake rasa vanila, Om,” ujar gadis itu pelan.
            Entah kenapa Reon merasa sedikit kesal karena ia dipanggil Om-om.
            “ Dek, aku masih berumur tujuh belas tahun,” protes Reon.
            Mata gadis tersebut menatap Reon.
            “ Tapi kelihatannya tidak begitu,” katanya tanpa emosi.
            Alis mata Reon terlihat berkedut. Tapi ia berusaha mengabaikan komentar gadis tersebut. Sambil menyiapkan pesanan, Reon melirik sekilas lagi penampilan sang gadis. Ia melihat bet nama di sebelah kiri seragam yang dikenakan gadis itu. Di bet nama, tertulis nama VANILA.
            Namanya..Vanila? Nama yang tidak lazim. Badannya mungil sekali. Mungkin dia masih kelas satu SMP. Tapi, tunggu- itu kan baju seragam sekolahku! Bocah ini sudah SMA?
            “ Namamu Vanila, ya? Kamu murid SMA 17?” tanya Reon ramah.
            Vanila menangguk.
            “ Tapi aku anak pindahan. Aku baru masuk hari ini.”
“ Jangan khawatir. SMA 17 itu sekolah yang keren! Tapi kamu harus hati-hati, banyak guru yang galak. Aku saja pernah disuruh seharian cuma pakai satu sepatuku yang sebelah kanan karena aku memakai sepatu yang tidak berwarna hitam polos,” jelas Reon sambil menaruh milkshake dalam blender ke dalam cup plastik.
“ Om tahu banyak, ya? Apa Om itu alumni SMA 17?” tanya Vanila.
“ Oi, aku baru kelas tiga SMA!” Reon memprotes lagi.
“ Ini, silahkan, ” Reon memberikan Vanila milkshake pesanannya.
Vanila langsung mengambil cup milkshake miliknya dan menyeruput perlahan. Terlihat wajah datar Vanila mulai menyunggingkan senyum tipis.
“ Enak,” komentar Vanila.
“ Syukurlah kamu suka. Apa karena namamu Vanila, kamu jadi suka milkshake rasa vanila?” tanya Reon penasaran.
“ Tidak juga,” kata Vanila cuek.
 “ Tujuh ribu, kan?” Vanila menyodokan uang kepada Reon.
“ Thanks,” Reon menerima uang Vanila.
Benar-benar gadis yang unik, pikir Reon.
Malamnya, Reon menaiki motor dan pulang ke rumah. Dengan hati-hati Reon memasukkan motornya ke dalam rumah dan memasuki rumah.
“ Ayah-Ibu, aku pulang,” kata Reon.
Tidak terdengar jawaban. Yang ada hanya suara isakan yang Reon duga berasal dari ibunya .
“ Aku nggak pernah dapat uang belanja lagi. Seharusnya kamu lebih peduli!” kata ibu Reon di sela-sela tangisannya.
“ BERISIK! KAMU TAHU APA?!” teriak ayah Reon.
Daripada terus disini. Aku bisa kena amukan Ayah, pikir Reon.
“ Aku makan diluar,” kata Reon pelan.
Langit terlihat gelap bertabur bintang dan banyak orang lalu-lalang di pinggir jalan. Reon memutuskan untuk makan di sebuah warung nasi goreng.
Sesampainya di dalam, Reon lalu duduk di sebuah kursi kosong. Ia menarik nafas dalam-dalam. Rasanya ia ingin sekali menangis. Tapi Reon amat lihai berpura-pura kalau dirinya baik-baik saja.
Tak apa, belum tentu mereka akan cerai. Kalaupun mereka cerai aku sudah dapet seikit uang dari kerja sambilan. Aku juga masih bisa kuliah, aku bisa belajar buat dapet beasiswa. Aku-
PLUUK.
Sebuah tangan mungil menyentuh bahu Reon.
“ Huwaaaa!” Reon berjengit kaget.
“ Tenang, ini aku. Vanila,” kata seseorang di belakang Reon.
“ Ya ampun, Vanila. Kamu ngagetin aku lagi,” keluh Reon.
“ Maaf. Jadi, mau pesan apa?” tanya Vanila.
Reon merasa bingung, namun begitu melihat Vanila yang memakai seragam pelayan, ia langsung mengerti.
“ Nasi goreng satu, ya,” pesan Reon sambil tersenyum.
Beberapa saat kemudian, Vanila datang sambil membawakan pesanan Reon.
“ Ini pesanannya,” Vanila segera menaruh nasi goreng dan sebuah gelas berisi minuman seperti susu.
“ Eer, tapi aku tidak memesan minuman ini.”
Vanila tersenyum lembut.
“ Anggap saja itu hadiah dariku. Untuk menghiburmu. Kamu kelihatan sedang sedih,” ujar Vanila.
Reon menatap Vanila tidak percaya.
Aku baru ketemu dengannya sekali. Tapi Vanila langsung tahu kalau aku sedang sedih. Padahal aku biasanya sering dibilang orang lain seperti “orang yang tidak punya masalah.”
Reon menyeruput pelan minumannya. Ternyata sebuah milkshake rasa vanila.
“ Yah, mungkin tidak seenak buatanmu,” kata Vanila.
Reon tersenyum lembut.
“ Tidak juga. Milkshake ini benar-benar enak. Terima kasih, Vanila.”